Populasi ikan jenis Scleropages formosus termasuk
stren Golden-red Mahato sebelum tahun 1980 oleh IUCN telah dianggap rawan punah
(populasi di alam hasil penelitian saat itu dianggap sudah mulai sangat
menghawatirkan, dan dikualifikasikan telah berstatus nyaris punah), kemudian
ditindak lanjuti dengan berbagai peraturan lindungan di tahun 1980 dengan SK
Menteri Pertanian (No.716/Kpts/Um/10/1980). Karena Indonesia telah ikut
meratifikasi penandatanganan Konvensi Internasional CITES, maka jenis ikan
arwana tersebut di tahun 1980 resmi efektif berlaku masuk CITES appendix 1
(tidak boleh diperjual-belikan kecuali dari hasil penangkaran), di tahun 1995
perlindungan jenis ikan arwana dan ikan lainnya diperkuat status lindungannya
oleh SK Menteri Kehutanan (No.516/Kpts/II/1995), dan disusul kemudian PP
No.7/1999 terakhir diperkuat oleh PP No.60/2007. Berbagai regulasi tersebut
pada intinya mengikat kita semua tidak terkecuali siapapun, untuk bertindak
nyata melindungi populasi arwana jenis ini di habitat aslinya, berikut menjaga
keutuhuhan habitat sebagai tempat hidupnya (Populasi dan habitatnya dilindungi
Undang-undang dan berbagai peraturan yang begitu berlapis, berkekuatan hukum
yang kuat dan mengikat untuk dilaksanakan dilapangan secara utuh).
Diantara ikan
arwana stren golden-red dari jenis ikan arwana Siluk/kayangan (Scleropages formosus) terdapat arwana stren golden-red mahato, arwana ini
memiliki nilai tersendiri karena kekhasannya terutama berupa pola warna, tampilan
dan prilaku, yang habitat aslinya hanya terdapat di daerah Mahato Provinsi Riau (Endemis Stren
Arwana Golden Red Mahato). Arwana Golden
Red Mahato sudah sangat dikenal di kalangan hobiis ikan hias dan perdagangan
arwana baik lokal, nasional maupun internasional.
Saat ini ikan
arwana Golden-red Mahato keberadaannya di alam sangat memprihatinkan, sangat
kritis dengan tekanan yang sedemikian dasyatnya, hampir dapat dipastikan akan segera terjadi tragedi
kepunahan (mungkin tinggal menghitung hari dan kita menjadi saksi hidupnya).
Kesadaran
masyarakat lokal sebenarnya sudah ada untuk melestarikannya, namun ironisnya
pihak-pihak yang berkompeten tidak menunjukkkan keberpihakannya (pembiaran),
sementara saat ini pihak yang merusak lingkungan
habitatnya sangat signifikan, antara lain melalui alih fungsi lahan (sedang berlangsung
disengaja kegiatan merubah lahan basah/rawa menjadi lahan daratan/perkebunan).
Selain itu pencemaran dari limbah pabrik kelapa sawit telah berlangsung cukup
lama.
Populasi ikan Arwana Golden-red Mahato yang
merupakan salah satu stren dari Scleropages formosus, kini mungkin tinggal menunggu hitungan hari akan
kepunahannya. Setiap tahun populasi ikan
arwana di habitatnya terus menurun.
Populasi ikan
Arwana Golden-red Mahato kini mungkin tinggal
menunggu hitungan hari akan kepunahannya. Setiap tahun populasi ikan arwana di habitatnya
terus menurun. Hasil survei populasi terkini (pertengahan Oktober 2012) di
habitat aslinya di DAS Mahato, Rokan Hulu, Riau populasi ikan arwana golden-red
Mahato hanya memiliki nilai kelimpahan yang relatif sangat kecil.
Populasi arwana di
rawa seribu mulai diragukan lagi keberadaannya, karena karakter tipe habitat
yang merupakan relung (niche) persyaratan hidupnya ternyata telah berubah.
Sementara populasi di tipe habitat yang tersisa berupa sungai Mahato yang masih
bervegetasi mulai rusak.
Hasil tangkapan
berupa anak ikan yang berukuran sekitar 10 cm tahun ini hanya berjumlah kurang
dari 100 ekor, Tahun sebelumnya di tahun 2011 populasi ikan di lokasi yang sama
berjumlah relatif sedikit juga yakni sekitar 500 ekor anak ikan. Anak-anak ikan
yang terus diburu ini sebenarnya merupakan Rekruitment penambahan populasi
pertahun di habitatnya, namun karena terus – menerus di ambil dan mungkin tidak
tersisa sehingga proses penambahan populasi di alam menjadi tidak terjadi.
Jumlah induk arwana di habitat tersisa diduga hanya berjumlah kurang dari 50
ekor.
Habitat berupa DAS Mahato (sungai Mahato dan rawa Seribu).
Tipe habitat perairan berupa hutan rawa dan DAS Mahato yang bervegetasi berupa
pandan (Pandanus sp.), rerumputan (Graminae), bakung (Liliacea), dan
tanaman lainnya yang terendam air. Keasaman air : 5 – 5,5 dimusim hujan.
Kondisi air yang semula relatif bening (sekarang keruh karena pengaruh erosi
dan pencemaran limbah pabrik pengolahan kelapa sawit).
Arus air di DAS Mahato awalnya relatif tidak terlalu
deras (sekarang berubah relatif deras). Air di rawa seribu awalnya tergenang
menyebar walaupun musim kemarau (sekarang air terkonsentrasi dikanal-kanal
buatan, pembuatan kanal saat ini tengah berlangsung dan tersisa diperkirakan
kurang dari 20%). Tipe habitat yang memenuhi persyaratan hidup (daya dukung)
arwana semakin menyempit akibat tekanan perubahan lingkungan yang sedemikian
merusak.
Kondisi kualitas habitat terkini menampakan banyak
menurun dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Kekeruhan diakibatkan oleh
adanya erosi dan pencemaran air. Erosi akibat dari adanya kegiatan pembuatan
kanal-kanal air di Rawa Seribu yang berhubungan juga dengan sungai Mahato.
Akibat pencemaran air sungai mahato, maka induk ikan
arwana di lokasi ini terinformasikan banyak mati karena dampak dari pencemaran pabrik
kelapa sawit Selain itu masih adanya aktivitas memancing ikan yang
dilakukan pendatang (bukan penduduk
setempat) mengambil induk ikan arwana terkadang untuk dikonsumsi karena ketidak
tahuan. Faktor-faktor diatas berdampak negatif terhadap keberadaan populasi
ikan, sehingga populasi di habitat aslinya semakin menurun.