Sistem peringatan
dini adalah sistem yang menginformasikan kemungkinan terjadinya bahaya
sebelum bahaya tersebut terjadi. Termasuk sistem biologis yang dimiliki
oleh makhluk hidup maupun sistem hasil buatan manusia. Yang termasuk
sistem biologis adalah rasa sakit dan rasa takut (yang umumnya menjadi
bagian dari insting) yang dimiliki makhluk hidup secara alamiah.
Sementara yang termasuk sistem buatan adalah sistem yang dirancang
manusia untuk mengumpulkan data-data terkait dan mengolahnya menjadi
parameter kemungkinan terjadinya bahaya. Sistem buatan manusia ada yang
dibuat untuk tujuan sipil dan ada juga yang khusus untuk tujuan militer.
Dalam hal ini sistem peringatan dini untuk tsunami termasuk untuk
tujuan sipil. Begitu pula dengan alat pendeteksi asap, alat pendeteksi
gempa, dan lain sebagainya. Sementara alat peringatan dini untuk militer
antara lain adalah alat pendeteksi misil balistik, pendeteksi serangan
nuklir, alat peringatan antirudal pesawat tempur, dan lain sebagainya.
Gambar Tsunami Warning System (TWS) yang ada di Indonesia (sumber gambar : http://www.swaberita.com)
Tsunami Warning System (TWS) dibangun untuk mendeteksi gejala-gejala alam yang berpotensi untuk mendatangkan bencana tsunami sekaligus mencari lokasi pusat gempa yang menyebabkan tsunami tersebut. Laporan yang diberikan oleh TWS ini bisa digunakan untuk memprediksi besar kerusakan yang akan ditimbulkan dan daerah-daerah yang akan terkena dampak tsunami. Sistem ini terbagi menjadi dua komponen penting, yaitu jaringan sensor-sensor pendeteksi tsunami dan infrastruktur komunikasi yang berguna untuk menyampaikan peringatan dini. Peringatan dini tsunami menghendaki kewaspadaan dan evakuasi sebelum tsunami datang. Laju informasi peringatan dini sangatlah penting mengingat selang waktu antara gempa bumi sampai tsunami mencapai daratan cukup singkat.
Terdapat dua jenis peringatan dini tsunami: peringatan dini internasional dan peringatan dini regional. Keduanya bergantung pada kenyataan bahwa tsunami bergerak dengan laju 500 – 1000 km/jam (sekitar 0,14-0,28 km/detik) di laut lepas, sementara gempa bumi dapat terdeteksi dengan cepat melalui gelombang seismik yang bergerak dengan laju rata-rata 14.400 km/jam atau sekitar 4 km/detik. Dengan memperhatikan gelombang seismik yang muncul, dimungkinkan adanya tenggang waktu untuk prakiraan tsunami sekaligus penyampaian peringatan ke daerah yang terancam tsunami. Hanya saja, karena belum ada model yang jelas yang dapat menghubungkan gempa bumi dan tsunami, peringatan oleh gelombang seismik menjadi kurang dapat diandalkan. Metode yang lebih pasti adalah dengan menggunakan alat pengamat dasar laut untuk melihat gelombang tsunami di laut lepas dengan jarak sejauh mungkin dari garis pantai.
Metode Penyampaian Peringatan :
Gambar Flow Chart dari Tsunami Warning System NOAA (sumber gambar :http://www.tsunami.noaa.gov/images/warning-system-smaller.jpg)
Dari gambar diatas merupakan mekanisme kerja dari system TWS NOAA, bisa kita lihat bahwa setiap ada gempa yang terjadi di bawah laut maka akan setiap instrument-instrument yang berkaitan akan mengirim kan data hasilnya kepada Tsunami Warnings Centre, dari data tersebut apakah akan menghasilkan tsunami atau tidak tetap di beritahukan kepada badan-badan pemerintah yang berwenang yang selanjutnya akan di analisa dan di beritahukan kepada masyarakat umum melalui sirine peringatan maupun Televisi, radio dan televise kabel.
Kelemahannya:
Tak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari bencana tsunami yang terjadi tiba-tiba. Oleh karena itu, sampai saat ini peringatan dini tsunami belum pernah menyelamatkan seorang pun dari bencana tsunami mendadak. Walaupun demikian, peringatan dini tsunami masih dapat bekerja efektif jika jarak pusat gempa sangat jauh. Hal ini dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan evakuasi. Sistem Peringatan Dini merupakan mata rantai yang spesifik (hubungan yang kritis) antara tindakan-tindakan dalam kesiapsiagaan dengan kegiatan tanggap darurat. Ada 2 (dua) faktor yang berperan dalam kerangka Sistem Peringatan Dini yaitu pihak Pengambil Keputusan dan Masyarakat.
Di pihak masyarakat ada tiga unsur yang menentukan bagaimana masyarakat bereaksi terhadap sistem peringatan dini. Unsur-unsur tersebut terdiri dari pengetahuan, sikap, dan perilaku. Selain faktor masyarakat, faktor lain yang berperan dalam kerangka kerja Sistem Peringatan Dini adalah pihak Pengambil Keputusan. Di Indonesia melalui Kepres Nomor 111/2001 kita mengetahui bahwa penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh Bakornas PBP di tingkat Nasional, Satkorlak PBP di tingkat Provinsi dan Satlak PBP di tingkat Kabupaten/Kota. Melalui keberadaan institusi ini dapat dibuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan sistem peringatan dini terutama hal-hal yang berkaitan dengan kerangka kerja sistem peringatan dini, misalnya Protap, Juklak, dan Mekanisme Kerja.
Sumber :
“Mengenal Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)” oleh Ario Sutomo
BMG Badan Meteorologi dan Geofisika
BMG Badan Meteorologi dan Geofisika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar